Translate

Tampilkan postingan dengan label Farmakoekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Farmakoekonomi. Tampilkan semua postingan

Peranan Farmakoekonomi dalam  Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan

Raymond R. Tjandrawinata Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Department of Medical Affairs dan Business Development Dexa Medica Group, Jakarta, Indonesia


Pendahuluan 

            Disiplin ilmu farmakoekonomi belakangan ini mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan. Ini utamanya terjadi di negara-negara dimana penggantian biaya obat diatur secara ketat di sektor publik maupun swasta. Ide farmakoekonomi lahir dari prinsip inti ekonomi: sumberdaya yang langka dan seringkali makin berkurang memaksa orang untuk menghadirkan produk berkualitas tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Analisa ekonomi telah digunakan oleh para pengambil keputusan dalam komunitas perawatan kesehatan di banyak negara selama bertahun-tahun (1). Karena banyak negara telah mengalami peningkatan biaya perawatan kesehatan yang cepat selama tiga dekade terakhir, tidaklah mengejutkan bahwa ekonomi dan alokasi yang tepat dari sumberdaya kesehatan telah berkembang menjadi agenda penting dalam menentukan anggaran nasional. Dengan tujuan menyediakan layanan berkualitas tinggi, banyak pengambil keputusan telah mempelajari pemanfaatan layanan perawatan kesehatan mereka, yang mencakup farmasi, untuk menentukan biaya dan nilai barang dan jasa perawatan kesehatan. 

      Ilmu farmakoekonomi telah berkembang menjadi disiplin penting dalam subyek ekonomi kesehatan. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan Analisa biaya terapi pengobatan terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat. Riset farmakoekonomi berkaitan dengan identifikasi, pengukuran, dan perbandingan biaya dan manfaat produk dan jasa farmasi (2). Analisa farmakoekonomi tidak hanya terbatas pada pengukuran moneter atau klinis. Analisa ini juga bisa memanfaatkan sejumlah faktor yang membuka biaya alternatif-alternatif dari perspektif pasien seperti akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini. Faktor-faktor tersebut mencakup kehidupan (nyawa) yang berhasil diselamatkan, pencegahan penyakit, operasi yang berhasil dicegah, atau kualitas hidup (QOL, quality-of-life) yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan demikian, tujuan farmakoekonomi adalah untuk memperbaiki kesehatan individu dan publik, serta memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam memilih nilai relatif diantara terapi-terapi alternatif (3). Jika digunakan secara tepat, data farmakoekonomi memungkinkan penggunanya mengambil keputusan yang lebih rasional dalam proses pemilihan terapi, pemilihan pengobatan, dan alokasi sumberdaya sistem. Dalam kaitannya dengan hal ini, penggunanya bisa dari berbagai kalangan: pengambil keputusan klinis dan administratif, termasuk dokter, apoteker, anggota komite formularium, dan administrator perusahaan asuransi. 

         Seperti halnya di negara lain, Indonesia telah mengalami peningkatan biaya perawatan kesehatan, khususnya biaya farmasi untuk obat-obatan yang masih ada didalam masa paten. Dengan tekanan yang terus-menerus terhadap meningkatnya biaya perawatan kesehatan dari kalangan publik dan swasta, intervensi lebih lanjut akan secara rutin dievaluasi secara farmakoekonomi dengan menghubungkan keuntungan dan hasilnya terhadap biaya yang dikeluarkan. Ini khususnya dilakukan oleh para pengambil keputusan sistem formularium nasional di asuransi kesehatan nasional Indonesia yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (4,5). Dalam kaitannya dengan hal ini, kita bisa berharap bahwa studi farmakoekonomi akan dilakukan secara lebih rutin di Indonesia di masa mendatang, karena alasan-alasan berikut:

  1. Tekanan politik. Industri asuransi kesehatan nasional harus menyadari bahwa pemenuhan biaya farmasi haruslah merupakan bagian dari setiap keputusan mengenai keuntungan obat-obatan tak peduli bagaimanapun desain sistem perawatan kesehatannya. 
  2. Tekanan regulasi. Sejumlah negara telah mengusulkan proposal yang menyebutkan bahwa riset farmakoekonomi akan disertakan sebagai bagian dari pengembangan obat-obatan. Saat ini, hanya Australia dan Kanada yang telah mengembangkan panduan evaluasi farmakoekonomi terhadap obat-obatan yang akan ditempatkan dalam formularium nasional (7). US Federal Drug Administration-USFDA (7) dan Badan Pengawas Obat dan makanan Republik Indonesia (BPOM) tidak mengembangkan panduan yang berkaitan dengan penggunaan data farmakoekonomi dalam pengembangan obat-obatan. 
  3. Rumah sakit. Institusi ini bisa menggunakan data farmakoekonomi untuk menentukan obat-obatan yang akan ditempatkan dalam daftar obat-obatan yang mereka setujui dan memutuskan terapi-terapi alternatifnya.
  4. Industri asuransi kesehatan. Seperti halnya rumah sakit, institusi ini juga memanfaatkan data farmakoekonomi untuk menentukan obat-obatan pada formulary-nya. 
  5. Bagian pemasaran farmasi. Studi farmakoekonomi bisa secara luas digunakan oleh organisasi-organisasi ini sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka untuk mendukung klaim bahwa produk mereka cost-effective.
Evaluasi ekonomi selalu melibatkan analisa komparatif dari tindakan alternatifnya

        Ada dua parameter yang menentukan setiap analisa ekonomi (termasuk jasa kesehatan) (8). Pertama, dalam hubungannya dengan pilihan sebagai konsekuensi keterbatasan sumberdaya dan ketidakmampuan kita untuk memproduksi semua output yang diinginkan; dan kedua, dalam hubungannya dengan input dan output, terkait dengan biaya dan konsekuensi, dari aktivitas. Tugas dasar farmakoekonomi adalah mirip dengan Analisa ekonomi, seperti mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan membandingkan biaya produk farmasi dan konsekuensi (hasil) alternatif yang dipilih. Setiap data farmakoekonomi akan menyediakan Analisa biaya dibanding hasil yang didapat. Gambar 1 menjelaskan sebuah model farmakoekonomi sederhana. Dalam model ini, kita harus mengambil keputusan apakah akan memilih Obat A, atau pembandingnya, Obat B. Dalam melakukannya, sebuah Analisa biaya terhadap masing-masing obat dan hasilnya harus dibuat untuk memberikan keputusan yang rasional. Riset farmakoekonomi harus terlebih dulu menentukan biaya dan hasil yang diperkirakan, serta Analisa mengenai bagaimana studi akan dilakukan dan diukur.

Gambar 2. Model yang menjelaskan evaluasi ekonomi terhadap farmasi. 

Determinasi Biaya dan Pengaturan Diskonto 
            Biaya dihitung untuk memperkirakan sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi suatu hasil. Ada tiga tipe biaya: langsung, tak langsung, dan biaya tak ternilai. Biaya medis langsung adalah biaya apapun yang terkait degan pencegahan, pendeteksian, atau penanganan suatu penyakit. Contoh biaya langsung adalah: produk dan jasa farmasi, layanan dokter, perawatan, uji laboratorium, dsb. Biaya non-medis langsung adalah biaya yang berhubungan dengan penerimaan produk dan jasa. Contohnya mencakup transportasi, ruangan, dsb. Biaya tak langsung adalah biaya yang berhubungan dengan sakit dan/atau kematian contoh biaya tak langsung adalah biaya hilangnya produktivitas, bantuan keluarga, serta peralatan dan perawatannya. Biaya tak ternilai adalah biaya-biaya yang muncul karena hilangnya produktivitas. Contohnya adalah biaya yang berkaitan dengan sakit, penderitaan, kecemasan, dan dukacita. Biaya tak ternilai tidak dikonversi menjadi suatu nilai, namun biasanya diekspresikan dalam istilah quality-adjusted-life-years seperti akan dijelaskan selanjutnya.

            Pertimbangan biaya penting lainnya adalah biaya rata-rata dan biaya marjinal (1). Biaya rata-rata adalah biaya-biaya yang telah dikalkulasi dengan membagi total biaya dengan unit hasil. Biaya marjinal (inkremental), sebaliknya, didefinisikan sebagai biaya memproduksi tambahan unit hasil. 

        Secara teoritis, perbandingan biaya dilakukan pada satu titik waktu. Penghitungan diskonto (discounting), atau penyesuaian untuk waktu yang berbeda, merupakan proses pengurangan biaya dan manfaat masa depan kembali ke nilainya saat ini (9). Sebagian orang lebih suka menerima uang sekarang dibanding nanti. Sehingga, Rp. 1.000.000,- hari ini lebih berharga dibandingkan Rp. 1.000.000,- tahun depan. Ketika sebuah perawatan berlangsung lebih dari satu tahun, uang harus diukur menggunakan nilainya sekarang (PV, present value). Itulah yang disebut penghitungan diskonto. Menggunakan sebuah tingkat diskonto (interest, bunga), perkiraan time value of money (nilai uang berdasarkan waktunya) bisa dihitung. Formula berikut dipinjam dari ilmu manajemen finansial untuk mengkalkulasi nilai uang berdasarkan waktu (time value of money): 


Dimana: 
PV = nilai saat ini 
FVn = nilai masa depan pada tahun ke n 
r = tingkat diskonto (bunga) 
n = jumlah tahun setelah munculnya biaya 

        Sebagai contoh, jika sebuah penanganan membutuhkan biaya Rp. 500.000 per tahun selama hingga 3 tahun mendatang dan nilai uang berubah sebesar sekitar 12% per tahun, maka nilai saat ini dari biaya-biaya ini adalah Rp. 1.345.027,- yang didapat dari [500 + (500/1,12) + (500/1,122)]. 

        Memilih tingkat diskonto haruslah berhati-hati, karena angka ini sendiri bisa menjadi sumber kontroversi. Penggunaan tingkat diskonto yang sangat rendah atau sangat tinggi akan menguntungkan proyek tertentu dan bisa mendorong munculnya kesimpulan yang berbeda. Untuk meminimalkan variasi yang besar dalam biaya dan hasilnya, bisa dilakukan Analisa sensitivitas untuk menentukan efek selang tingkat diskonto pada sebuah studi individual (3,7). Analisa sensitivitas digunakan untuk menguji apakah kesimpulan dari sebuah evaluasi farmakoekonomi berubah ketika masing-masing variabel input diperiksa dalam suatu selang nilai yang dapat diperkirakan. Jika kesimpulannya bisa didukung melalui Analisa sensitivitas, berarti peluang kesimpulan tersebut bisa diterima menjadi lebih tinggi. Namun, jika kesimpulannya berubah, harus dilakukan penyesuaian untuk menentukan nilai sesungguhnya dari variabel yang dimaksud, atau untuk menyatakan secara eksplisit bahwa kesimpulan tersebut “sensitif” terhadap nilai dari variabel tersebut (2).  

Pengukuran Hasil Terapi 

            Dalam merancang sebuah studi farmakoekonomi, periset harus terlebih dulu menentukan semua kemungkinan hasilnya, termasuk yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Hasilnya bisa intermediate (hasil jangka pendek), seperti pengontrolan tekanan darah, atau final (hasil jangka panjang), seperti pencegahan kegagalan ginjal, serangan jantung, stroke, infeksi sistemik, dsb. Dalam banyak kondisi penyakit, hubungan antara hasil intermediate dan hasil final belum ditentukan. Dalam hal ini, hasil final, seperti pengurangan tingkat kematian, harus ditentukan untuk Analisa. Namun, jika data sakit dan kematian tidak tersedia, peneliti bisa menggunakan indikator kualitas hidup (quality-of-life) sebagai gantinya (7). Idealnya, pengukuran hasil jangka pendek dan jangka panjang harus diidentifikasikan sehingga efek produk atau jasa yang dipelajari bisa ditentukan secara lebih akurat. Seperti akan dijelaskan nanti, nilai hasil-hasil ini diukur dalam sebuah nilai moneter atau dalam sebuah unit natural dari efektivitas atau kegunaan, tergantung dari studi farmakoekonomi yang dilakukan. Ketika mengukur hasil terapi, sangat penting untuk membedakan antara efikasi (efficacy) dan efektivitas. Dalam istilah farmakoekonomi, efikasi merujuk pada hasil sebuah obat tertentu dalam kondisi terkontrol, seperti percobaan klinis, sementara efektivitas merujuk pada seberapa bagus obat tersebut bekerja dalam kondisi alami, seperti dalam klinik sehari-hari. Walaupun informasi efektivitas tidak selalu tersedia secara langsung, informasi ini biasanya bisa diekstrapolasi dari studi efikasi dan diproyeksikan ke situasi aktual.

Metoda Analisa farmakoekonomi 

          Setidaknya ada empat tipe Analisa yang umum digunakan dalam studi farmakoekonomi. Analisa-analisa ini akan dijelaskan secara detail di bagian-bagian yang berbeda dalam tulisan ini.

  1. Analisa manfaat-biaya (cost-benefit) merupakan perbandingan nilai moneter dari penggunaan alternatif dari sumberdaya. 
  2. Analisa efektivitas-biaya (cost-effectiveness) merupakan perbandingan dari biaya terhadap hasil dalam kaitannya dengan hasil kesehatan, seperti pengurangan tingkat LDL darah, atau dalam unit alami, seperti tahun-hidup yang didapat atau hilang. 
  3. Analisa utilitas-biaya (cost-utility) adalah pengukuran hasil dalam kaitannya dengan sebuah faktor kualitas. 
  4. Analisa minimisasi-biaya (cost-minimization) adalah perbandingan antara biaya ketika akibat-akibatnya diasumsikan sama. 

Analisa manfaat-biaya  

Analisa manfaat-biaya adalah Analisa perbandingan dari dua atau lebih produk atau jasa farmasi dengan manfaat (hasil terapi) dalam nilai moneter. Tujuan Analisa manfaat-biaya adalah untuk mencapai pengembalian investasi tertinggi. Hasil tipe Analisa ini ditampilkan dalam istilah manfaat bersih (net benefit), yang mengurangkan biaya dari manfaat; tingkat internal pengembalian (internal rate of return), yang mengurangkan biaya dari manfaat dan membagi hasilnya dengan biaya, atau rasio manfaat-biaya, seperti akan dijelaskan nanti. Analisa manfaat-biaya sangat berguna dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan alokasi sumberdaya untuk berbagai opsi penanganan atau program. Secara umum, rasio manfaat-biaya dikalkulasi menggunakan formula berikut: 

Jika rasio > 1, manfaat melebihi biaya dan produk atau jasa tersebut bermanfaat 
Jika rasio = 1, manfaat sama dengan biaya 
Jika rasio < 1, biaya lebih besar dibanding manfaat, dianggap tidak bermanfaat 

Sebagai contoh: 

Penanganan A berbiaya Rp. 10.000,- dan memberikan manfaat Rp. 20.000,

Penanganan B berbiaya Rp. 5.000,- dan memberikan manfaat Rp. 7.500,

Manfaat bersih penanganan A = Rp. 20.000 - Rp. 10.000 = Rp. 10.000,-, sementara 

Manfaat bersih penanganan B = Rp. 7.500 - Rp. 5.000 = Rp. 2.500,- 

Dengan demikian: 

                                                                Rp. 20.000,- 

Rasio manfaat-biaya penanganan A = -------------------- = 2:1 

                                                                Rp. 10.000,- 

                                                                Rp. 7.500,- 

Rasio manfaat-biaya penanganan B = -------------------- = 1,5:1 

                                                                 Rp. 5.000,- 

Karena kedua rasio menunjukkan hasil yang bermanfaat (>1), walaupun ada perbedaan manfaat pada kedua penanganan, penanganan yang akan dipilih bergantung pada metoda yang paling tepat untuk pertanyaan yang dimaksud. Secara umum, hasil dari ketiga persamaan di atas harus ditampilkan untuk memberikan tampilan yang lebih seimbang mengenai biaya dan manfaatnya. 

          Keuntungan analisa manfaat-biaya. Analisa manfaat-biaya bisa digunakan untuk membandingkan dua program penanganan yang tidak saling berhubungan dengan hasil yang berbeda secara nilai moneter. Masing-masing program dievaluasi secara terpisah untuk rasio manfaat-biaya-nya. 

        Kerugian analisa manfaat-biaya. Karena kita harus menempatkan nilai moneter pada setiap analisa, metoda ini mungkin cukup sulit untuk dilakukan, khususnya dalam kasus dimana kita harus memberikan nilai moneter pada manfaat yang dirasakan manusia, atau bahkan pada kehidupan itu sendiri. 

Analisa kefektivitasan-biaya 

        Tipe analisa ini mengukur hasil dalam unit kesehatan alami dari perbaikan kesehatan. Hasil dinyatakan dalam istilah biaya per unit perbaikan, seperti biaya per % penurunan LDL, biaya per mmHg penurunan tekanan darah, biaya per nyawa yang berhasil diselamatkan, dsb. Efektivitas-biaya bisa didefinisikan sebagai memiliki (10): 

  1. Biaya yang lebih rendah dan setidaknya sama efektifnya, atau 
  2. Biaya yang lebih tinggi, namun manfaat yang lebih tinggi yang layak bagi penambahan biayanya, atau
  3. Biaya yang lebih rendah dan manfaat yang lebih rendah, namun manfaat tambahannya tidak layak bagi penambahan biayanya. 

Ketika sebuah studi mendapati bahwa sebuah medikasi cost-effective, ini berarti bahwa medikasi tersebut secara biaya lebih efektif relatif terhadap satu atau lebih terapi alternatifnya. 

Berikut adalah contoh Analisa efektivitas-biaya: 

Obat A berbiaya Rp. 100.000,- dan memberikan 43 kasus yang berhasil ditangani secara sukses Obat B berbiaya Rp. 83.000,- dan memberikan 39 kasus yang berhasil ditangani secara sukses 

Efektivitas-biaya rata-ratanya adalah: 

                    Rp. 100.000,- 

Obat A = --------------------- = Rp. 2326,- / penanganan yang sukses 

                           43 kasus

                    Rp. 83.000,-

Obat B = --------------------- = Rp. 2128,- / penanganan yang sukses 

                           39 kasus

                                                Rp. 100.000 - Rp. 83.000 

Efektivitas-biaya marjinal = -------------------------------------- = Rp 4250,-/tambahan kasus 

                                                                43 - 39                                           kasus keberhasilan

 

Menilai berdasarkan data efektivitas-biaya, orang memilih Obat B dibanding Obat A karena bisa menghemat Rp. 198 per pasien. Disamping itu, jika kita lihat efektivitas-biaya marjinal, diperlukan tambahan Rp. 4250 untuk mendapatkan satu tambahan penanganan yang sukses dengan Obat A. Pengambil keputusan harus berpikir apakah biaya tambahan dari Obat A layak dikeluarkan untuk mendapatkan efektivitas tambahan. Sebagian besar ekonomis setuju bahwa Analisa efektivitas-biaya marjinal merupakan cara yang lebih tepat untuk menampilkan Analisa efektivitas-biaya. 

Keuntungan analisa keefektivitasan-biaya. Keuntungan utama tipe analisa farmakoekonomi ini adalah kemampuannya untuk membandingkan penanganan alternatif dan menentukan investasi terbaik jika manfaatnya tidak bisa dikurangi ke dalam nilai moneter. 

Kerugian Analisa kefektivitasan-biaya. Untuk bisa dibandingkan dengan Analisa ini, penanganan farmasi harus memiliki hasil yang sama. 

Analisa minimisasi-biaya 

Analisa minimisasi-biaya mencakup perbandingan dua atau lebih penanganan dengan ekuivalensi yang telah diasumsikan atau ditunjukkan dalam efikasi dan keamanan. Ini secara signifikan menyederhanakan Analisa, namun bisa muncul kontroversi mengenai hasilnya karena data yang bagus mengenai hasil tidak selalu sudah tersedia. Namun, Analisa minimisasi-biaya cocok digunakan untuk membandingkan agen-agen yang secara terapi adalah setara atau mengubah pengaturan dosis dari agen yang sama. 

Sebagai contoh: jika biaya penanganan dengan Obat A adalah Rp. 120.000,-, dan 

                   biaya penanganan dengan Obat B adalah Rp. 100.000,-, maka 

Biaya intervensi dengan Obat B < Biaya intervensi dengan Obat A 

Dengan mengasumsikan bahwa Obat A dan B memiliki efektivitas klinik yang sama Penerapan Analisa minimisasi-biaya mungkin mencakup pembandingan sebuah obat generik dengan obat bermerek, atau membandingkan obat yang digunakan dalam kondisi berbeda (misalnya inpatient vs. outpatient). Tipe Analisa ini memiliki kemungkinan aplikasi (aplikabilitas) yang terbatas karena hanya ada sedikit skenario dimana terdapat efektivitas yang benar-benar setara. 

Keuntungan Analisa minimisasi-biaya. Ini merupakan yang paling sederhana dibanding semua Analisa farmakoekonomi lainnya. 

Kerugian Analisa minimisasi-biaya. Semua hasil terapi haruslah setara, yang biasanya sulit untuk dilakukan. 

Analisa utilitas-biaya 

Analisa utilitas-biaya, sebuah perluasan dari Analisa efektivitas-biaya, merupakan metoda penyesuaian untuk kualitas hasil. Unit yang paling umum digunakan dalam melakukan Analisa utilitas-biaya adalah quality-adjusted-life-years (QALYs), yang menggabungkan kualitas dan kuantitas kehidupan. Hasilnya disesuaikan untuk kualitas dengan menggunakan nilai utilitas. Dalam kaitan ini, utilitas merepresentasikan preferensi yang dinyatakan untuk suatu kondisi kesehatan tertentu. Nilai utilitas berkisar dari 0 hingga 1 QALY, dengan 0 adalah kondisi kematian, dan 1 merepresentasikan kesehatan sempurna. Jika kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan berkurang karena penyakit atau penanganan, satu tahun kehidupan dalam kondisi ini adalah kurang dari 1 QALY. Unit ini memungkinkan perbandingan antara kesakitan dan kematian. Contoh nilai utilitas kondisi kesehatan mencakup: kehidupan dengan kegagalan jantung yang parah, dengan nilai utilitas 0,25; kehidupan dengan gejala post-menopause, dengan nilai utilitas 0,80; kehidupan dengan rheumatoid arthritis, dengan nilai utilitas 0,50; dsb. Contoh berikut memberikan utiliti mengenai Analisa utilitas-biaya terhadap 3 obat antineoplastic yang berbeda

Penanganan dengan Obat X memberikan tambahan tiga tahun kehidupan dengan utiliti 0,6, mungkin karena efek samping yang luar biasa. Walaupun penanganan dengan Obat Y memberikan tambahan enam tahun kehidupan per pasien, utilitas-nya 0,4, yang bisa terjadi karena reaksi negatif yang kurang bisa ditolerasi terhadap obat ini. Obat Z berada di tengah-tengah di antara dua obat sebelumnya. Berdasarkan QALY yang didapat, Obat Y mungkin lebih dipilih dibanding Obat X dan Z. 

Penggunaan Analisa utilitas-biaya telah meningkat dalam tahun-tahun belakangan. Ini karena adanya penggunaan faktor utilitas, yang mencakup tahun kehidupan yang didapat dan kualitas kehidupan, dalam Analisa. Namun, kualitas studi ini sendiri harus terus-menerus diperbarui setiap waktu. Sebuah studi terbaru mengenai Analisa utilitas-biaya menunjukkan bahwa tidak hanya jumlah studi yang telah meningkat sejak tahun 1976 hingga 1997, juga kualitas studi telah memburuk selama periode ini (11). Penulis buku tersebut meminta dilakukan perbaikan lebih lanjut dalam kredibilitas Analisanya, dan kemungkinan dilakukannya proses pemeriksaan yang lebih baik sebelum studi semacam ini dilakukan (11). 

Keuntungan Analisa utilitas-biaya. Ini merupakan satu-satunya Analisa yang melibatkan kualitas kehidupan pasien. 

Kerugian Analisa utilitas-biaya. Tidak adanya standarisasi dalam melakukan studi mungkin mendorong pada inkonsistensi dalam penginterpretasian hasilnya. 

Kesimpulan 

Data farmakoekonomi bisa memberikan dukungan berarti untuk berbagai pemeriksaan institusional terhadap medikasi berdasarkan nilai ekonomisnya. Sejumlah keputusan yang bisa memberikan manfaat dari data farmakoekonomi mencakup manajemen formularium, keputusan penanganan pasien secara individu, kebijakan penggunaan medikasi, dan keputusan alokasi sumberdaya. Ini merupakan bidang yang relatif baru. Sebagian besar riset yang sedang dilakukan, dan metoda yang digunakan dalam evaluasi belum distandarisasi. Namun, dengan makin seringnya farmakoekonomi digunakan dalam evaluasi produk obat dan jasa, semakin penting bagi eksekutif perawatan kesehatan untuk memahami prinsip umum dari disiplin ini.

Referensi

  1. Raskati, K.L Essentials of Pharmacoeconomics, 2nd ed. Philadephia, P.A.: Lippincott Williams and Wilkins, 2014.
  2. Bootman, J.L., Townsend, R.J., and McGhan, W.F. Principles of Pharmacoeconomics, 2nd ed. Cincinnati, OH: Harvey Whitney Books Co, 1996.
  3. Bloom, B.S. Pharmacoeconomics for managed care pharmacists. Drug Ben. Trends 7(7): 15-38, 1995. 
  4. Kementrian Kesehatan Republik Indoensia. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.p df. Diakses tanggal 7 Januari 2016. 
  5. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pe doman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf. Diakses tanggal 7 Januari 2016. 
  6. Arikian, S.R., Shannon, M.C., and Einarson, T.R. The demand for pharmacoeconomic research is on the rise. Medical Marketing and Media 27:60-67, 1992. 
  7. MacKinnon, G.E. Understanding Health Outcomes and Pharmacoeconomics. Burlington, M.A.: Jones & Bartlett Learning, 2011. 
  8. Drummond, M.F., O’Brien, B., Stoddart, G.L., and Torrance, G.W. Methods for the Economics Evaluation of Health Care Programmes, 1st ed. New York, NY: Oxford University Press, 1997. 
  9. Sanchez, L.A. Applied Pharmacoeconomics: Evaluation and use of pharmacoeconomics data from the literature. Am. J. Health-Syst. Pharm. 56:1630-1640, 1999.
  10. Doubilet P., Weinstein, M.C., McNeil, B.J. Use and misuse of the term “cost-effective” in medicine. N. Engl. J. Med. 314:253-256, 1986. 
  11. Neumann, P.J., Stone, P.W., Chapman, R.H., Sandberg, E. A., and Bell, C.M. The quality of reporting in published cost-utility analyses, 1976-1997. Ann. Intern. Med. 132: 964-972, 2000.