SINTESIS ASAM ASETIL SALISILAT
(ASPIRIN)
A.
Tujuan
Praktikum
1.
Mengenal asetilasi
terhadap gugus fenol
2.
Mempelajari reaksi
asetilasi asam salisilat menjadi aspirin
B.
Dasar Teori
Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoat) merupakan senyawa bifungsional, yaitu gugus fungsi hidroksil dan gugus fungsi karboksil. Dengan demikian asam salisilat dapat berfungsi sebagai fenol (hidroksi benzena) dan juga berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai asam maupun sebagai fenol, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan dengan anhidrida asam akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam asetil salisilat (aspirin). Apabila asam salisilat direaksikan dengan alkohol (metanol) juga mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan ester metil salisilat (minyak gandapura) (Horizon, 2011).
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam salisilat. Aspirin berupa kristal putih dan berbentuk seperti jarum. Pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan katalisator H2SO4 pekat (Vogel, 1990).
Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus –OH dan asam salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Asam salisilat adalah desalat phenol, oleh karena itu reaksinya adalah asetilasi destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol, tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika dipakai asam karboksilat untuk asetilasi biasanya menghasilkan rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol karena diperoleh dari esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat (Vogel, 1990).
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik dalam bentuk padat salah satunya aspirin. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami. Metode ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Ilham, 2011).
Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan istilah lainnya adalah Asam Salisilat (ASA). Obat ini sering digunakan sebagai analgesik untuk menghilangkan atau meringankan rasa nyeri, sebagai antipiretik untuk mengurangi demam, serta sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi peradangan. Aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul. Aspirin juga telah digunakan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami Sindrom Bartter, dan juga dalam meningkatkan penutupan Patent Ductus Arteriosus (PDA), hubungan abnormal antara aorta (arteri utama terhubung ke jantung) dan arteri pulmonalis (untuk paru-paru) pada bayi baru lahir (Damanhuri, 2010).
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam salisilat. Aspirin berupa kristal putih dan berbentuk seperti jarum. Pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan katalisator H2SO4 pekat (Vogel, 1990).
Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus –OH dan asam salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Asam salisilat adalah desalat phenol, oleh karena itu reaksinya adalah asetilasi destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol, tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika dipakai asam karboksilat untuk asetilasi biasanya menghasilkan rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol karena diperoleh dari esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat (Vogel, 1990).
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik dalam bentuk padat salah satunya aspirin. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami. Metode ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Ilham, 2011).
Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan istilah lainnya adalah Asam Salisilat (ASA). Obat ini sering digunakan sebagai analgesik untuk menghilangkan atau meringankan rasa nyeri, sebagai antipiretik untuk mengurangi demam, serta sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi peradangan. Aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul. Aspirin juga telah digunakan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami Sindrom Bartter, dan juga dalam meningkatkan penutupan Patent Ductus Arteriosus (PDA), hubungan abnormal antara aorta (arteri utama terhubung ke jantung) dan arteri pulmonalis (untuk paru-paru) pada bayi baru lahir (Damanhuri, 2010).
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel), sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Aspirin dosis kecil (20-40mg) hanya dapat menekan pembentukan TXA2 tetapi dosis yang terbukti efektif (25-1g/hari) tidak selektif. Asetosal adalah obat anti nyeri tertua yang sampai kini paling banyak digunakan diseluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti demam kuat dan pada dosis rendah sekali (40mg) berdaya menghambat agregasi trombosit. (Tjay,T.H, 2002).
Antipiretik dan analgesik yang ada pada aspirin sangat keras terhadap sistem pencernaan. Tablet aspirin komersil sering kali masih terdapat asam salisilat di dalamnya, juga ada tablet yang kadar aspirinnya tidak memenuhi standar, karena itu perlu diuji akandungannya dengan uji FeCl3 dan diuji kadarnya dengan titrasi asam basa. Jika spirin komersil masih mengadung asam salisilat 66,15 % berarti telah memenuhi kadar kelayakan aspirin dalam sediaan farmasi oral menurut standar FDA (Ganiswarna, 1995).
C.
Alat dan
Bahan
Alat
1) Labu
alas bulat (LAB) 250 mL
2) Termometer
3) Corong
Buchner
4) Gelas
ukur
5) Heating
mantel
Bahan
1) Asam
salisilat
2) Anhidrida
asam asetat
3) Asam
sulfat pekat
4) Etanol
5) Larutan
besi (III) klorida
6) Aquadest
D.
Prosedur
Kerja
Sintesis
1) Masukkan 5 gram asam
salisilat, 7,5 mL anhidrida asam asesat, dan 5 tetes asam sulfat ke dalam labu
alas bulat 250 mL
2) Campuran dikocok sampai
terjadi campuran yang sempurna. Kemudian dipanaskan di atas pemanas air (suhu
dalam labu dijaga ±50-600C) sambil diaduk selama 15 menit, dan
digunakan termometer untuk mengontrol suhu
Isolasi
3) Dinginkan sambil tetap
diaduk dan ditambah 75 mL air kemudian disaring melalui corong buchner dengan
pertolongan pengisapan
4) Hasil dites dengan
larutan feri klorida. Timbanglah aspirin yang diperoleh
E.
Prinsip
Percobaan
Pembuatan aspirin berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dan anhidrat asetat dengan menambahkan asam sulfat pekat sebagai katalisator yang dilanjutkan dengan proses pemanasan untuk mempercepat reaksi serta diikuti dengan proses pendinginan untuk mempercepat terbentuknya kristal.
F.
Pembahasan
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Pada percobaan kali ini, yang digunakan sebagai bahan baku adalah asam salisilat dengan anhidat asetat. Asam salisilat dengan anhidrat asetat direaksikan dalam suasana asam (H2SO4 P) yang dibantu dengan pemanasan dan pendinginan agar pembentukan aspirin berlangsung baik. Anhidrat asetat digunakan dalam reaksi ini karena untuk mencegah adanya air, sebab bila terdapat air maka kristal aspirin akan terurai kembali menjadi asam salisilat. Adapun fungsi dari penggunaan asam sulfat pekat yaitu sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya reaksi namun tidak ikut bereaksi.
Setelah asam salisilat tercampur sempurna maka larutan dipanaskan dengan menggunakan penangas air, hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada bahan sehingga aspirin yang diperoleh nanti memiliki kemurniaan tinggi. Selain itu fungsi dari pemanasan adalah untuk memepercepat kelarutan dari asam salisilat sehingga dapat bercampur dengan sempurna, hal ini dikarenakan proses pemanasan akan mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul yang ada dalam larutan sehingga laju reaksi akan semakin cepat dan reaksi berjalan cepat. Dilakukan pemanasan untuk menaikkan kelarutan asam salisilat yang terbentuk sehingga dapat berekasi sempurna. Setelah itu, lautan didiamkan pada suhu kamar selama beberapa menit sebelum dimasukkan ke dalam tangas es. Hal ini bertujuan agar erlemeyer tidak retak dan pecah.
Reaksi akan berlangsung dengan baik pada suhu 500C-600C. Pada suhu tersebut merupakan suhu optimal pada pembentukan aspirin (reaksi berlangsung cepat tetapi ikatan ester aspirin tidak lepas). Jika suhu yang digunakan di atas 600C maka ester yang terbentuk dapat terurai sehingga aspirin tidak terbentuk. Dikarenakan titik leleh aspirin di atas 700C. dan bila suhu yang digunakan dibawah 500C maka reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat. Pada percobaan ini baru terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan.
Setelah didiamkan dalam suhu kamar, larutan dimasukkan ke dalam tangas es dan dinding erlemeyer digores dengan batang pengaduk. Semua ini bertujuan untuk mempercepat proses kristalisasi dari pada aspirin. Setelah kristal aspirin terbentuk dilakukan penyaringan dengan maksud untuk memisahkan benda-benda padat dari larutan dan untuk mengumpulkan zat padat dari larutannya dimana zat itu mengendap atau mengkristal.
Padatan yang sudah kering diambil sedikit dan dilakukan tes dengan pereaksi besi (III) klorida. Uji kemurnian menggunakan FeCl3 diperoleh warna ungu pekat pada larutan. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil yang diperoleh belum murni berupa aspirin melainkan masih ada asam salisilat yang belum tersintesis. Warna ungu ini disebabkan gugus –OH dari fenol masih ada dan tidak tergantikan menjadi gugus asetil –COCH3. Proses berikutnya yaitu uji titik leleh. Pada literatur titik leleh aspirin 1330C.
Perhitungan yang dilakukan berdasarkan data pengamatan menghasilkan rendemen sebesar ……. %. Hasil rendemen yang cukup kecil dikarenakan hasil percobaan adalah belum murni padatan aspirin dan kemungkinan sisa asam salisilat yang tidak bereaksi. Pada proses sintesis ini juga dimungkinkan ada aspirin yang terlarut pada pelarut saat penyaringan pertama sehingga mengurangi jumlah aspirin yang bersifat sedikit larut dalam air dingin.
G. Data Pengamatan
No. |
Penambahan
Zat |
Perubahan |
1. |
Asam
salisilat + anhidrat asetat |
Larutan
keruh |
2. |
+
asam sulfat pekat |
Larutan
jernih |
3. |
Dipanaskan
|
Kekuningan
|
4. |
Didinginkan
|
Terbentuk
endapan putih |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar